Katekese Umat

 Oleh: Timotius J

Melalui Katekese Umat, diharapkan para pesera diarahkan pada penemuan akan kebenaran Ilahi yang terdapat dalam Kitab Suci dan membangkitkan tanggapan yang begitu melimpah dalam kesaksian hidup terhadap pesan yang ditujukan Allah kepada manusia melalui Sabda-Nya.

Dalam rangka memaknai perayaan 50 tahun Hierarki Gereja Katolik Indonesia, pada sidang tahunan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tahun 2011 diadakan hari studi tentang katekese.  Salah satu soal yang diangkat adalah soal isi dari katekese. Berhadapan dengan persoalantersebut, para uskupmerekomendasikan langkah pastoral di mana Katekese Umat perlu diperkaya dengan Injil, tradisi dan ajaran Gereja.[1]

Katekese Umat dicetuskan oleh para pakar katekese se-Indonesia pada tahun 1977. Ada tiga aspek pemahaman tentang Katekese Umat.[2]Pertama, Katekese Umat sebagai musyawarah iman. Dalam rumusan Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia (PKKI) II, No. 1, Katekese Umat diartikan sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antara anggota jemaah/kelompok.…”[3]Tentang katekese sebagai musyawarah iman, Josef Lalu melihat Katekese Umat sebagai kristianisasi atau inkulturasi terhadap musyawarah. Dengan mengikuti kearifan masyarakat dalam bermusyawarah, Katekese Umat mengarahkan umat untuk menjadikan kebijaksanaan Injili sebagai pegangan hidup, tidak hanya sebatas pada keutamaan-keutamaan yang diwariskan leluhur.[4]

Kedua, Katekese Umat sebagai analisis sosial dalam terang Injil. Pengertian kedua ini menekankan keberpihakan iman berhadapan dengan pelbagai persoalan sosial kemasyarakatan. Dalam hal ini, Katekese Umat bertujuan untuk membina iman yang sungguh terlibat dalam kenyataan sosial. Proses yang dijalankan dalam Katekese Umat dimulai dengan melihat fenomena ketidakadilan sosial yang diikuti dengan merumpunkan fenomena ketidakadilan dan mencari akar dari ketidakadilan sosial dan juga akibat-akibatnya. Tahapan selanjutnya adalah merefleksikan persoalan ketidakadilan dalam terang iman dengan berpijak pada Kitab Suci dan ajaran Gereja. Dari refleksi tersebut, proses selanjutnya adalah merencanakan aksi dan proses katekese berakhir pada aksitertentu.[5]

Ketiga, Katekese Umat sebagai komunikasi iman. Dengan melihat katekese sebagai komunikasi iman, maka Katekese Umat menghidupi Konsili Vatikan II yang menekankan dialog dan menghidupi keutamaan eklesiologis Konsili Vatikan II yang menggarisbawahi Gereja Umat Allah. Dalam pelaksanaan Katekese Umat ada dialog pengalaman iman dalam melihat, mendalami dan menafsirkan hidup dalam terang Injil yang diarahkan pada metanoia yang memungkinkan tranformasi dalam hidup beriman.[6]

PKKI II telah merumuskan beberapa tujuan Kateksese Umat. Pertama, supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari. Kedua,agar kitadapat bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadirannya dalam kenyataan hidup sehari-hari.Ketiga, semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan semakin dikukuhkan dalam hidup Kristiani. Keempat, semakin bersatu dalam Kristus, semakin menjemaat, semakin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta/universal. Kelima, kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat.[7]

Proses Katekese Umat terdiri dari tiga langkah, yaitu (1) mengamati dan menyadari pengalaman umat, (2) merefleksikan pengalaman umat dalam terang Sabda Allah dan (3) memikirkan dan merencanakan aksi. Melalui Katekese Umat, para peserta diharapkan supaya dalam terang Injil semakin meresapi arti pengalaman sehari-hari. Katekese Umat memungkinkan umat untuk melihat pengalaman hidup harian dalam terang Injil dan karena itu pengalaman religius bukanlah hal yang terpisah dari kehidupan konkret umat. Dengan kata lain, Katekese Umat menghantar umat untuk menghayati pengalaman hidup harian sebagai pengalam iman.[8]

Dalam Pesan Pastoral Sidang KWI 2011 tentang Katekese, para uskup kembali menegaskan panggilan Gereja untuk mewartakan Kabar Gembira kepada dunia. Tentang panggilan Gereja ini, katekese merupakan bagian integral dari pelaksanaan tugas pewartaan Gereja. Dalam konteks Indonesia, para uskup mengapresiasi karya katekese dengan adanya arah yang jelas sebagaimana dirumuskan dan dikembangkan dalam Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se Indonesia (PKKI) I-IX, yaitu Katekese Umat.[9]

Sembari menghargai upaya yang berkelanjutan dalam mengembangkan Katekse Umat, namun pada pihak lain diakui bahwa tidak sedikit pula para petugas katekese yang tidak mempunyai kemampuan yang memadai dalam menjalankan katekese karena kurangnya pembinaan yang berkelanjutan.[10]Persoalan lain adalah isi katekese seringkali dirasakan kurang memadai.

Di satu pihak, katekese yang memberi tekanan pada tanggapan iman atas hidup sehari-hari seringkali kurang memberi tempat pada aspek doktrinal, sehingga umat seringkali canggung dan takut ketika berhadapan dengan orang-orang yang mempertanyakan iman mereka. Di lain pihak, ketika katekese lebih memberi perhatian pada unsur-unsur doktriner, katekese dirasakan menjadi terlalu sulit bagi umat dan kurang bersentuhan dengan kenyataan hidup sehari-hari. Katekese yang kurang menyentuh hati dan memenuhi harapan ini rupanya merupakan salah satu alasan yang mendorong sejumlah orang Katolik, khususnya anak-anak dan orang muda yang pindah dan lebih tertarik cara doa dan pembinaan Gereja-Gereja lain yang dirasakan lebih menarik. Kenyataan ini menantang kita untuk lebih bersungguh-sungguh menciptakan dan mengembangkan model katekese yang bermutu dan menanggapi harapan.[11]

Salah satu jawaban mengapa para waligereja menempatkan katekese pada momentum peranyaan emas itu adalah “Mewartakan Injil adalah rahmat dan panggilan khas Gereja, merupakan identitasnya yang terdalam” (Evangelii Nuntiandi, No.14). Lebih lanjut dalam rumusan pesan pastoral dari hasil sidang tersebut ditegaskan pada bagian pendahuluan bahwa Gereja mempunyai tugas utama untuk mewartakan, sesuai perintah Kristus: “…. pergilah, jadikanlah segala bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu”(Mat 28:19-20).[12]

Pelaksanaan Katekese Umat tetap mendasarkan diri pada Sabda Allah untuk menerangi pengalaman hidup sehari-hari dan merenungkan pengalaman hidup sehari hari dalam terang Kasih Allah/ Injil.Merujuk pada FABC, Injil itu “ragi yang menimbulkan perombakan di dunia ini” (FABC V, 8.1.4). Katekese merupakan bagian integral dari pelaksanaan tugas pewartaan Gereja.[13]

Disadari bahwa Sabda Allah mempunyai daya kekuatan untuk pewahyuan dan jawaban iman umat. Kitab Suci ditulis oleh orang-orang yang mempunyai keyakinan iman yang sama, yaitu bahwa Allah terlibat dalam sejarah manusia di mana manusia dipanggil untuk mengalami karya keselamatan Allah. Dengan kata lain, Kitab suci merupakan sebuah tawaran bagi manusia dari segala zaman dan tempat untuk mengenali bagaimana Allah menyapa manusia dalam situasi kehidupan masing-masing. Maka, kitab suci bukan sekedar kumpulan kitab yang berbicara tentang Allah, tetapi Kitab Suci mengajak orang bertemu dengan Allah. Di situ, Allah menyapa dan menawarkan kerahiman kepada manusia.

Konsili Vatikan II menegaskan bahwa Kitab Suci merupakan hukum dan kaidah tertinggi dari iman Gereja. Gereja menyakini sungguh bahwa Kitab Suci diilhamkan oleh Allah dan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Kitab Suci memberikan dukungan dan kekuatan bagi kehidupan Gereja. Bagi Putra-Putri Gereja, Kitab Suci merupakan suatu peneguhan iman, makanan jiwa, dan sumber hidup spiritual.[14]Singkatnya, Gereja mengakui bahwa kitab suci adalah sabda Allah yang disampaikan kepada umat manusia sebagai “hukum dan kaidah tertinggi dari iman Gereja. Karena itu, Gereja tidak mungkin bertumbuh, berkembang dan diperbaharui tanpa Sabda Allah.

Katekese Umat menghantar seseorang pada pemahaman Kitab Suci yang tepat dan berhasil guna. Melalui Katekese Umat, diharapkan para pesera diarahkan pada penemuan akan kebenaran Ilahi yang terdapat dalam Kitab Suci dan membangkitkan tanggapan yang begitu melimpah dalam kesaksian hidup terhadap pesan yang ditujukan Allah kepada manusia melalui Sabda-Nya.[15]Pada dasarnya berkatekese adalah proses untuk mengantar umat untuk berjumpa dengan Tuhan dan mengalami pertobatan hidup yang terwujud dalam tindakan nyata kepada keluarga dan masyarakat,apapun sarana yang dipakai.

Dalam Seruan Apostolik Evangeliii Gaudium, Paus Fransiskus menegaskan demikian: “Tak hanya homili harus membekali diri dengan Sabda Allah. Seluruh evangelisasi didasarkan pada sabda itu, yang didengarkan, direnungkan, dihayati, dirayakan dan dijadikan kesaksian. Kitab Suci merupakan sumber utama evangelisasi. …. Sungguh penting bahwa Sabda Allah semakin menjadi pusat setiap kegiatan Gereja”[16]Mengutip Konstitusi Dogmatik tentang Wahyu Ilahi, dalam kaitan dengan katekese Paus selanjutnya menyatakan bahwa Sabda yang diwahyukan secara radikal memperkaya katekese dan seluruh daya upaya untuk meneruskan iman.[17]



[1] Komisi Kateketik KWI, Hari Studi Kateketik Para Uskup KWI 2011,Yogyakarta: Kanisius, 2013, hlm. 16. [2] Josef Lalu, “Katekese Umat” dalam Paulus Budi Kleden dan Robert Mirsel (Eds), Menerobos Batas Merobohkan Prasangka, Maumere: Ledalero, 2011, hlm. 405-413. [3] Komisi Kateketik KWI, Katekese dalam Masyarakat yang Tertekan, Yogyakarta: Kanisius, 2010, hlm. 208-209. [4] Josef Lalu, loc., cit. [5] Ibid. [6] Ibid. [7] Komisi Kateketik KWI, Katekese dalam Masyarakat…, op.cit., hlm. 208-209. [8] Josef Lalu, loc., cit. [9] Komisi Kateketik KWI, Hari Studi Kateketik… op.cit., hlm. 13. [10] Ibid., hlm. 14. [11] Ibid. [12] Ibid., hlm. 12. [13] Setiap tahun para Waligereja Mengadakan sidang tahunan dan Pesan Pastoral Sidang KWI 2011 tentang Katekese. Hari studi yang diselenggarakan pada 7-9 November 2011 itu dihadiri oleh para Uskup, perwakilan Koptari, perwakilan Unio Indonesia, koordinator komisi kateketik tiap-tiap regio, wakil lembaga pendidikan kateketik, wakil lembaga pendidikan calon imam, serta para nara sumber yang terdiri dari para katekis lapangan dan ahli teologi serta ahli katekese. Ibid., hlm. 16. [14] Dei Verbum, No. 21dalam Dokumen Konsili Vatikan II, terj. R. Hardawiryana, Jakarta: Obor, 1993, hlm. 333.[15]The Pontifical Biblical Commision, The Interpretation of the Bible in the Church, penerj. V. Indra Sanjaya,  Yogyakarta: Kanisius, 2003,  hlm. 166. [16] Evangelii Gaudium, No. 174. [17] Ibid., No. 175.

Leave a Comment