Oleh: Timotius J
Setiap orang berhak atas akses-akses sumber ekonomi dan hak itu harus dijamin dan dipertahankan di atas prinsip keadilan. Manusia sebagai pusat dan tujuan kemajuan ekonomi tidak bisa dan tidak boleh diganti oleh profit, penguasaan, peningkatan modal, apalagi manusia dikorbankan demi profit, akumulasi atau penguasaan sumber ekonomi.
Setiap tahun Gereja Katolik menyediakan masa puasa selama 40 hari sebagai kesempatan istimewa untuk melihat dan menilai kembali cara hidup sebagai Pengikut Kristus. Pada masa ini, umat beriman diajak untuk bertobat dari kesalahan, berjuang melawan bujukan dan godaan setan dan membahuri persahataban dengan Allah, sesama manusia dan alam lingkungan.
Sepanjang masa puasa tahun ini, umat Keuskupan Palangka Raya diajak untuk bersama-sama merenungkan Sabda Tuhan dan mendalami tema APP “Membangun Kehidupan Ekonomi yang Bermartabat”. Tema APP tahun 2020 ini merupakan bagian dari tema kerangka dasar APP Nasional tiga tahunan (2020-2022), yaitu “Gerakan Melindungi dan Mengelola Sumber Hak Ekonomi Masyarakat yang Bermartabat, Berbela Rasa, dan Berkelanjutan.”
Komisi Kateketik Keuskupan Palangka Raya mengajak umat beriman untuk medalami beberapa subtema, yaitu (1) Ekonomi yang Bermartabat: Ekonomi yang Berkeadilan, (2) Tanah sebagai Sumber Ekonomi yang Bermartabat, (3) Manusia sebagai Pelaku Ekonomi yang Bermartabat, (4) Mandiri Mewujudkan Ekonomi yang Bermartabat dan (5) Gerakan Pertobatan dan Aksi Solidaritas.
Istilah ‘ekonomi’, yang berasal dari bahasa Yunani oikosdan nomos, pada hakikatnya berarti ‘tata pengelolaan rumah tangga’. Sebagai tata-kelola, istilah ‘ekonomi’ menunjuk pada proses atau usaha pengadaan barang dan jasa untuk kebutuhan hidup. Karena sumber daya selalu terbatas, padahal kebutuhan hidup sangat banyak, kemudian istilah ‘ekonomi’ juga meliputi juga seni memilih secara bijak antara banyaknya kebutuhan di satu pihak dan terbatasnya sumberdaya atau sarana di pihak lain. Setidaknya, kegiatan ekonomi dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan manusia untuk mencapai kesejahteraan atau kemakmuran dalam hidup.
Berbagai bentuk kegiatan ekonomi yang dijalani setiap orang merupakan tugas dan tanggung jawab manusia untuk melanjutkan karya Allah dalam penciptaan. Karena itu, prioritas utama dalam kegiatan ekonomi adalah hidup manusia. Setiap orang berhak atas akses-akses sumber ekonomi dan hak itu harus dijamin dan dipertahankan di atas prinsip keadilan. Manusia sebagai pusat dan tujuan kemajuan ekonomi tidak bisa dan tidak boleh diganti oleh profit, penguasaan, peningkatan modal, apalagi manusia dikorbankan demi profit, akumulasi atau penguasaan sumber ekonomi.
Pola kegiatan ekonomi yang mengakibatkan ketidakadilan dalam masyarakat dan ketidakseimbangan dalam tata alam menunjukkan bahwa hal itu sungguh telah jauh dari tujuan penciptaan. Bagi orang beriman, situasi tersebut terjadi karena doas. Manusia melihat sesamanya sebagai ancaman yang harus ditaklukkan. Manusia dalam sika egoisnya hanya memusatkan pada dirinya sehingga tega menghancurkan alam dan memangsa orang lain, secara khusus orang-orang miskin, kaum perempuan dan anak-anak. Orang kaya memiliki banyak jaminan untuk membentengi hidupnya, tetapi orang miskin hidup tanpa perlindungan apapun.
Kegaitan ekonomi kiranya dapat mendorong dan memberdayakan setiap orang, terutama yang miskin dan lemah, untuk berpartisipasi dalam kehidupan bersama. Martabat luhur manusia yang diciptakan sesuai Citra Allah tidak boleh direndahkan oleh keserakahan untuk menumpuk keuntungan diri sebanyak mungkin. Kiranya aktivitas ekonomi setiap orang diarahkan dan tertuju pada satu tujuan yaitu memelihara dan merawat dan mempertahankan hidup manusia.
Kehidupan manusia adalah sesuatu yang diterima sebagai anugerah. Allah pemberi kehidupan juga menopang kehidupan manusia dan makhluk lain yang mengitari kehidupannya. Allah menganugerahi hidup kepada manusia sekaligus melengkapi hidup manusia dengan ciptaan lain yang dapat menopang hidupnya. Karena itu, setiap orang berhak atas akses-akses sumber ekonomi dan hak itu harus dijamin dan dipertahankan di atas prinsip keadilan.
Setiap upaya atau usaha ekonomi harus bermuara pada kesejahteraan semua manusia. Pencapaian kesejahteraan umum sebagai tujuan pokok usaha ekonomi menjadikan usaha membangun ekonomi itu bermartabat dalam dua arti: Pertama, usaha tersebut tertuju kepada kepentingan manjusia. Upaya ekonomi menjadi bermartabat ketika diabadikan demi kepentingan manusiawi. Usaha ekonomi ada demi manusia agar manusia dapat hidup secara manusiawi. Kedua, usaha itu bermartabat jika manusia itu sendiri menjadi pelalkunya. Hal itu merupakan manifestasi kebebasan dan otonomi manusia. Manusia seyogianya secara mandiri dan bebas mengupayakan kesejahteraan hidupnya sendiri atau hidup bersama.
Kitab Suci mengingatkan bahwa kondisi awal yang dikehendaki Pencipta adalah menghormati keluhuran martabat manusia dalam semangat kekeluargaan, seraya terus menjaga keseimbangan hidup seluruh ciptaan. Kita diberi tanggung jawab serta kesanggupan untuk memperlakukan manusia sesuai martabatnya, dan merawat serta menjaga seluruh alam dalam keseimbangan.
Yesus tidak menolak kekayaan dan usaha memperbanyak kekayaan. Dia memuji hamba yang menggandakan talentanya dan mengecam hamba yang malas. Allah turut dimuliakan, apabila dapat mengembangkan kekayaan alam dan bakat masing-masing pribadi demi kesejahteraan bersama. Namun, Dia mengingatkan adanya bahaya kerakusan akan harta dan uang yang menghancurkan relasi antarsaudara. Hidup manusia tidak semata-mata diukur berdasarkan pemenuhan kebutuhan ekonomi. Manusia adalah ciptaan dengan banyak kebutuhan lain yang lebih luas daripada kebutuhan ekonomi. Manusia dipanggil untuk “menjadi kaya di hadapan Allah.”
Kadang, manusia melihat sesamanya sebagai ancaman yang harus ditaklukkan. Manusia tidak boleh dikorbankan dalam pengejaran kepentingan ekonomi. Martabat luhur manusia yang diciptakan sesuai citra Allah direndahkan oleh keserakahan untuk menumpuk keuntungan diri sebanyak mungkin. Sejatinya, kegiatan ekonomi dapat mendorong dan memberdayakan setiap orang, terutama yang miskin dan lemah, untuk berpartisipasi dalam kehidupan bersama.
Semua pihak kiranya dapat bergandengan mendukung dan meneguhkan kehendak baik masing-masing piak dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Tentu, para Pemimpin Gereja yang Kudus selalu siap sedia dan dengan dengan setia mewartakan Sabda untuk menjadi bekal dalam setiap usaha memenuhi kebutuhan hidup umat beriman. Sementara itu, para pengambil kebijakan kiranya dapat menjalankan tugas dan tanggungjawabnya yang berpijak pada kehendak baik untuk mengupayakan penghormatan atas hak asisi setiap manusia dengan mencipatkan kesejahteraan bagi semua orang.
Masa puasa, selain seabagi kesempatan untuk menyadari dan memperbaiki sikap yang tidak berkenan kepada Tuhan, kiranya masa puasa juga menjadi kesempatan istimewa bagi Umat beriman untuk menimba sabda mendengar dan merenungkan Sabda sebagai bekal yang menguatkan dan meneguhkan dalam setiap perjuangan memenuhi kebutuhan sesuai rencana dan kehendak Sang Pencipta.