Pemberdayaan Komunitas Basis Gerejawi

 Oleh: Timotius J

Usaha menumbuhkan komunitas-komunitas basis menjadi salah satu cara Gereja berperan dalam membangun masyarakat yang lebih adil, sejahtera, demokratis dan manusiawi.

Kutipan berikut tampaknya menjadi inspirasi untuk memahami pemberdayaan Komunitas Basis Gerejawi (KBG): “Seperti Kristus melaksanakan karya penebusan dalam kemiskinan dan penganiayaan, begitu pula Gereja dipanggil untuk menempuh jalan yang sama, supaya menyalurkan buah-buah keselamatan kepada manusia” (Lg 8). Merujuk pada kutipan ini, pengembangan KBG diarahkan untuk mendatangkan buah-buah keselamatan di tengah situasi kemiskinan dan penganiayaan yang merajalela.

Para peserta Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) pada tahun 2000 mengakui bahwa sebagai bagian integral dari bangsa, umat Katolik Indonesia sepenuhnya ikut menghadapi permasalahan dan tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia, seperti reformasi, situasi penuh ketakutan dan penderitaan. Peserta sidang berkeyakinan bahwa KBG merupakan jawaban yang tepat untuk pertanyaaan: “Bagaimana kita umat Katolik sebagai warga masyarakat melibatkan diri dalam pergumulan bangsa ini mewujudkan Indonesia baru yang lebih adil, lebih manusiawi, lebih damai dan memiliki keputusan hukum?”

Merujuk musyawarah paripurna V Federation of Asian Bishops’ Conferences (FABC) di Bandung di mana para uskup se-Asia menyatakkan bahwa Gereja tidak dapat menunaikan misi pelayanannya tanpa bersifat setempat, peserta SAGKI pun berkeyakinan bahwa daya hidup umat Katolik terletak pada basisnya dan pembaharuan Gereja harus berasal dari basis. Dengan mengembangkan komuntas basis, kehidupan beriman dan menggereja kiranya lebih aktif dan lebih siap untuk ikut berperan di tengah masyarakat. Hal senada juga menjadi harapan para Waligereja Indonesia, yaitu kiranya usaha menumbuhkan komunitas-komunitas basis menjadi salah satu cara Gereja berperan dalam membangun masyarakat yang lebih adil, sejahtera, demokratis dan manusiawi.

SAGKI 2000 memahami komunitas basis sebagai cara hidup berdasarkan iman, jumlah anggotanya tidak terlalu banyak, komunikasi terbuka antar-anggota dalam semangat persaudaraan, membangun solidaritas dengan sesama, khususnya dengan saudara yang miskin dan tertindas. Inspirasi dasar pemahaman demikian adalah teladan hidup jemaat perdana sehingga komunitas basis merupakan Gereja mini yang hidup dinamis dalam pergumulan iman. Dengan cara seperti ini, diyakini bahwa kehadiran Gereja bisa lebih mengakar, lebih kontekstual dan mampu menjalankan perannya untuk menjadi terang dan menggarami dunia seturut irama zaman.

Gerakan membangun soliditas internal tentu tidak berarti mengerdilkan KBG menjadi komunitas eksklusif yang menutup terhadap kelompok-kelompok lain. Soliditas adalah daya yang kiranya memampukan KBG untuk membangun ‘dialog kehidupan’, ‘dialog karya’, dan ‘dialog iman’. Tanpa ada keterbukaan dan dialog dengan kelompok lain, mimpi untuk mewujudkan Indonesia baru yang damai dan harmonis adalah sesuatu yang sulit diwujudnyatakan mengingat kenyataan dunia adalah tenunan yang  kaya warna dan beragam pola.

Peserta sidang menyadari bahwa membangun komunitas basis bukanlah hal mudah. Ada banyak tantangan yang mungkin dihadapi seperti faktor-faktor geografis, intervensi dari luar, budaya paternalistik dan individualistik, isu SARA, ketidakadilan jender, kekurangan pendidikan dan konflik budaya. Selain itu, masalah lain adalah soal komunikasi antara pastor dengang awam, perbedaan kebijakan paroki dan keuskupan, dan struktur Gereja yang tidak luwes dan feodal.

Berhadapan dengan masalah-masalah di atas, peserta sidang menganjurkan adanya perubahan dari pola spiritualitas yang terlalu individualisitis dan hanya vertikal ke pola religiositas yang memerdekakan, dari sikap yang mendominasi ke pola kesetaraan martabat manusia, dari pola eksklusif ke keterbukaan terhadap saudara seiman maupun umat lain, dari liturgi yang ritualistik ke liturgi yang berpihak kepada kaum miskin, dari Gereja yang legalistik ke Gereja yang spiritual-profetis, dari sikap eksploitasi ke pelestarian lingkungan hidup, dari sikap sibuk sendiri ke sikap tanggap terhadap situasi bangsa dan negara.

Gerakan pertumbuhan komunitas basis adalah suatu gerakan bagi Gereja untuk memaknai panggilannya seturut peran dan tugasnya masing-masing demi pemberdayaan kaum marginal, sehingga setiap manusia sungguh dihargai menurut martabat sebagai gambaran wajah Allah. Panggilan ini merupakan panggilan bagi semua orang sebagai tanggapan atas panggilan Roh Allah sendiri.

Diolah dari berbagai sumber

Leave a Comment