Pengertian Civil Society

Civil society merupakan organisasi sukarela yang dibedakan dari masyarakat politik, masyarakat ekonomi dan negara. Civil society menjadi benteng bagi masyarakat dalam menghadapi hegemoni masyarakat ekonomi, masyarakat politik, maupun negara. 

Istilah civil society ditemukan oleh Adam Ferguson, filsuf Scotlandia pada abad ke 18. Secara harafiah, civil society merupakan terjemahan dari istilah Latin, civilis societas yang digunakan oleh CICERO (106-43 S.M), orator Romawi Kuno. Sementara itu, civilis societas itu sebenarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari konsep Yunani politike koinonia. Setelah Ferguson menemukan istilah tersebut, banyak pemikir sosial politik memberikan pengembangan lebih lanjut. Menimbang kenyataan ini, maka tulisan ini akan coba menenelusuri beberapa pandangan yang pernah mengemuka sehingga diperoleh pemahaman yang cukup tentang konsep tersebut dewasa ini.

Tinjauan analitis

Dalam telaahan Jean L Cohen dan Andrew Arto, ditemukan bahwa ide civil society dalam pemikiran Yunani terkandung dalam pemikiran Aristoteles tentang politike koinonia. Politike koinonia digunakan oleh Aristoteles untuk menggambarkan sebuah masyarakat politik dan etis di mana warga negara berkedudukan sama di depan hukum. Hukum sendiri dipahami sebagai seperangkap norma dan nilai yang disepakati tidak hanya berkaitan dengan prosedur politik tetapi juga sebagai substansi dasar kebajikan dari berbagai bentuk interaksi di antara warga komunitas.

Dalam perkembangan selanjutanya, konsep Aristotelian ini mempengaruhi pemikiran Romawi Kuno yang dikembangkan oleh Cicero. Cicero memunculkan istilah societas civilis yang mengacu kepada gejala budaya perorangan dan masyarakat. Dalam pemikiran Cicero terkandung pemahamana civil society sebagai sebuah masyarakat politik (political society) yang memiliki kode hukum sebagai dasar pengaturan hidup. Adanya hukum yang mengatur pergaulan antar individu merupakan tanda keberadaban suatu masyarakat.

Hingga abad 18, baik koinonia politike maupun societas civilis diterima sebagai arti dari civil society. Hal ini tampak dalam pemikiran Locke tentang pemerintahan politik. Civil society merupakan arena bagi warga negara yang aktif secara politik. Istilah ini juga berkonotasi bahwa orang-orang yang terlibat di dalamnya adalah bagian dari masyarakat beradab yang mendasarkan hubungan-hubungannya pada suatu sistem hukum, bukannya pada tata hukum otokratis yang korup.

Hegel merupakan orang yang berjasa dalam mengembangkan makna modern kosep civil society yang tertuang dalam bukunya berjudul Philosophy of Right. Baginya civil society merupakan satu bagian saja dari tatanan politik (political order) secara keseluruhan. Bagian dari tatanan politik yang lain adalah negara (state). Civil society dipahami sebagai wadah kehidupan etis yang terletak di antara kehidupan keluarga dan kehidupan kewarganegaraan. Lebih lanjut civil society ditentukan oleh permainan bebas kekuatan-kekuatan ekonomi dan pencarian jati diri individual. Selain itu, civil society juga mencakup lembaga-lembaga sosial dan kenegaraan yang memwadahi dan mengatur kehidupan ekonomi yang selanjutnya memicu proses pendidikan bagi gagasan kehidupan kenegaraan secara rasional. Jadi, kekhasan masyarakat sipil telah melampaui universalitas negara. Dengan demikian, Hegel membuat dikotomi antara negara dan masyarakat (state and society).

Pada awal abad 20 salah satu pemikir yang menaruh minat pada civil society adalah Antonio Gramsci yang tertuang dalam kumpulan tulisannya yang berjudul Prison Notebooks. Mengikuti Hegel, ia membedakan civil society dari negara dan lebih jauh membedakannya dari masyarakat ekonomi. Baginya civil society terdiri atas lembaga-lembaga yang terlepas dari pemaksaan dan aturan-aturan formal. Adapun lembaga-lembaga civil society itu adalah institusi keagamaan, sekolah serikat pekerja, dan berbagai organisasi lainnya. Walaupun lembaga-lembaga ini dalam kenyataannya acapkali juga dibelokkan menjadi sarana bagi kelas penguasa dalam memelihara hegemoninya terhadap masyarakat, namun lembaga-lembaga ini juga merupakan arena di mana hegemoni itu sendiri dapat ditentang atau digoyahkan secara sah.

Dalam wacana kontemporer, Anthony Giddens menghubungkan civil society dengan fenomena globalisasi. Salah satu trend globalisasi adalah tuntutan desentralisasi dan penyebaran kekuasaan dalam masyarakat. Akibat trend itu, negara akan kehilangan efektivitasnya ketika ia bersikukuh dengan pemusatan kekuasaan, apalagi bila dilakukan dengan cara represif. Karena itu, semakin mengemukanya pengaruh globalisasi membuat fokus pada komunitas menjadi penting. Di sini, komunitas merujuk pada sarana-sarana praktis untuk membantu renovasi sosial dan material lingkungan tempat tinggal, kota dan areal lokal yang lebih besar. Untuk itu, salah satu hal yang harus diperhatikan adalah soal terbentuknya ruang publik.

Sementara itu, Jeff Haynes mengutip Stepan mendefenisikan masyarakat sipil sebagai wilayah di mana terdapat banyak gerakan sosial dan organisasi profesi yang berjuang untuk membentuk diri mereka menjadi suatu kerangka bersama guna menyatakan diri dan memajukan kepentingannya. Di sini, civil society dibedakan dari masyarakat politik karena masyarakat politik merupakan arena di mana keseluruhan bangsa secara spesifik menyusun dirinya sendiri dalam persaingan politik untuk memegang kendali atas kekuasaan public dan aparat Negara. Sementara civil society merupakan benteng bagi warga negara terhadap kekuasaan negara.

Bertolak dari uraian di atas, civil society dalam tulisan ini dipahami sebagai ruang publik yang terejawantah dalam organisasi-oraganisasi nonnegara, seperti serikat kerja, asosiasi-asosiasi pendidikan, badan-badan keagamaan dan media. Civil society merupakan organisasi sukarela yang dibedakan dari masyarakat politik, masyarakat ekonomi dan negara. Civil society menjadi benteng bagi masyarakat dalam menghadapi hegemoni masyarakat ekonomi, masyarakat politik, maupun negara. Dengan kata lain, civil society membaktikan diri kepada masyarakat luas dengan mempengaruhi kebijakan-kebijakan dan keputusan-keputusan dari masyarakat ekonomi, masyarakat politik dan negara.

Peran civil society

Penguatan civil society menjadi urgen mengingat kehadiran civil society memiliki beberapa peran penting. Setidak-tidaknya ada tiga peran pokok civil society. Pertama, dalam hubungan dengan negara civil society harus berdiri sebagai perisai bagi masyarakat dari perilaku negara yang cendrung hegemonik, otoritarian, dan represif. Civil society hendaknya menjadi pelindung yang kuat terhadap dominasi negara. Dengan kata lain, lembaga-lembaga dan badan-badan pendukungnya yang membentuk civil society idealnya haruslah cukup kuat untuk menjaga agar negara berada dalam pembatasan substansial dan prosedural sehingga tidak merugikan masyarakat.

Sebagai perisai dan pelindung masyarakat, civil society merupakan ruang publik di mana para anggotanya melakukan public critical rational discourse dengan negara. Kemudian public critical rational discourse ini secara eksplisit harus memperkuat nilai-nilai demokrasi, dan terutama hak asasi manusia agar ruang lingkupnya semakin demokratis. Jika kandungan discourse yang dilakukan oleh para pelaku sipil tidak berdasarkan nilai-nilai dan norma demokrasi maka para pelaku tersebut tidak termasuk dalam civil society.

Kedua, peran civil society berhadapan dengan masyarakat ekonomi dan masyarakat politik. Di sini masyarakat politik adalah organisasi-organasasi politik, seperti partai politk dan masyarakat ekonomi adalah perusahan, korporasi bisnis atau organisasi yang bergelut dalam bidang produksi dan distribusi. Kedua kelompok ini secara langsung berhubungan dengan kekuasaan negara dan produksi sumber-sumber ekonomi. Baik masyarakat politik maupun masyarakat ekonomi berjuang untuk kepentingan kelompoknya sendiri. Mereka harus mengontrol dan mengelola kepentingan mereka sendiri. Berhadapan dengan kedua kelompok ini, civil society memainkan peran seabagai pengontrol yang memperadabkan atau sekurang-kurangnya mempengaruhi keputusan-keputusan yang harus di buat oleh masyarakat ekonomi dan politik sehingga tidak tidak merugikan masyarakat kebanyakan.

Ketiga, civil society pada hakikatnya berpihak pada masyarakat. Bagi Anthony Giddens, pengembangan masyarakat madani yang aktif merupakan bagian yang mendasar dari politik jalan ketiga di mana politik baru ini menerima kekhawatiran akan menurunnya kualitas hidup masyarakat. Penurunan kualitas hidup masyarakat adalah real dan kasat mata dalam banyak sektor masyarakat kontemporer. Hal itu terlihat dalam melemanya rasa solidaritas di beberapa komunitas lokal dan lingkungan pedesaan, tingginya tingkat kejahatan dan porak porandanya perkawinan dan keluarga.

Dengan penguatan civil society yang merupakan ruang publik di mana individu-individu bergabung dengan segala karakter masing-masing, Giddens optimis bahwa hal ini dapat mengatasi persoalan yang mendera masyarakat. Di sini, ia merujuk pada suatu penelitian di Amerika. Kehadiaran ruang publik telah melahirkan berbagai kelompok sukarela di mana anggota-anggotanya berkumpul untuk saling memberi dan mendapatkan perhatian, saling menolong dan seterusnya. Bagi mereka, kehadiran ruang publik mampu mengatasi kecendrungan-kecendrungan dislokasi masyarakat dan bahkan membuat mereka mampu bersatu dan saling mendukung.

Civil society sebagai pilar strategis gerakan sosial

Term gerakan sosial biasanya digunakan untuk menunjukkan keanekaragaman yang luas akan usaha bersama untuk membawa suatu perubahan dalam institusi-institusi sosial tertentu atau menciptakan orde yang baru sama sekali. Giddens menyatakan bahwa gerakan sosial merupakan suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama atau gerakan untuk mencapi tujuan bersama melalui tindakan kolektif di luar linkungan lembaga-lembaga yang mapan. Di sini, gerakan sosial harus dibedakan dari kelompok-kelompok kepentingan yakni suatu asosiasi yang dibentuk untuk mempengaruhi para pembuat kebijakan dalam cara yang menguntungkan para anggotanya.

Sementara itu, civil siciety merupakan asosiasi atau organisasi yang muncul secara sukarela, mandiri, rasional dan partisipatif baik dalam wacana maupun dalam praktis mengenai segala hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan. Sifat-sifat ini menunjukkan bahwa selain sebagai kekuatan penyeimbang dari kecendrungan dominatif negara, civil society juga dinilai mampu melahirkan kekuatan kritis reflektif dalam masyarakat. Bagi Jeff Haynes tekanan dari civil society di dunia ketiga sering melahirkan perubahan-perubahan di mana pemerintah di paksa untuk mengumunkan program-program demokrasi.

Berkaitan dengan hal di atas, salah satu peristiwa yang bisa menjadi rujukan adalah gerakan solidaritas Polandia. Civil society kembali mengemuka ketika gerakan solidaritas di Polandia pimpinan Lech Walesa melancarkan perlawanan terhadap dominasi pemerintahan jenderal Jeruzelski. Dalam perlawanan tersebut, gerakan solidaritas memakai civil society sebagai dasar sekaligus arah perjuangan dengan penekanan utama pada perlawanan terhadap otoritarisme negara. Pola yang dipakai di Polandia ini akhirnya menjalar ke negara-negara Eropa Timur lainnya seiring dengan runtuhnya rezim komunisme. Keberhasilan gerakan-gerakan tersebut kemudian menjadi pemicu ramainya perbincangan civil society di berbagai belahan dunia.

Gerakan sosial selalu terarah pada perubahan sosial. Hal ini mengandaikan bahwa anggota masyarakat memiliki kekuatan reflektif kritis untuk melihat situasi di sekelilingnya. Kekuatan reflektif kritis ini merupakan kandungan esensial dari civil society. Di sini, menjadi eviden bahwa civil society merupakan pilar strategis dalam melahirkan gerakan sosial. Gerakan sosial (social movement) adalah bagian yang esensial dan merupakan pertanda kehadiran civil society. Dengan kata lain, gerakan civil society merupakan suatu gerakan yang mempelopori perubahan dalam kehidupan publik.

Sumber daya civil society

Menurut Niels Mulder, masyarakat madani bersifat politis dalam arti bahwa civil society berhubungan dengan pemberdayaan warga negara untuk berhadapan dengan negara dan pasar. Civil society tidak berhadapan secara langsung dalam melawan negara dan pasar, melainkan berusaha memperadabkan negara dan pasar, menjinakkan sifat dasar kekuasaan dan uang sehingga kepentingan umum terjamin. Dengan demikian, civil society memantau tindakan negara, pasar ekonomi dan politik dan mengambil bagian dalam pembuatan kebijakan umum. Civil society bahkan turut serta dalam melaksanakan kebijakan umum terlebih-lebih pada tingkat akar rumput.

Menimbang bahwa civil society merupakan pilar strategis gerakan sosial, maka civil society harus memiliki sumber daya. Hal ini sejalan dengan teori gerakan sosial terutama teori mobilisasi sumber daya. Menurut teori ini sebuah gerakan sosial akan berhasil kalau didukung oleh sumber-sumber daya yang perlu. Dengan demikian, di samping faktor eksternal seperti perlawanan dari pihak penguasa, keberhasilan dan kegagalan sebuah gerakan sosial juga bergantung pada sumber daya yang dimiliki (internal).

Berkaitan dengan hal di atas, mau tidak mau civil society harus memiliki sumber-sumber daya yang bisa dijadikan sebagai basis kekuatan dalam menjalankan peran sebagai pilar gerakan sosial. Sekurang-kurangnya, beberapa hal berikut bisa dijadikan sebagai basis kekuatan gerakan civil society.

Pertama, kemampuan intelektual atau latar pendidikan. Sebagaimana yang telah diuraiakan pada bagian terdahulu, civil society merupakan ruang publik yang terejawantah dalam organisasi-organisasi sukarela dan nonnegara. Di dalam ruang publik itu, terjadi apa yang disebut public critical rational discourse. Hal ini mengandaikan bahwa anggota yang tergabung di dalamnya memiliki kemampuan intelektual sehingga bisa melihat secara kritis tingkah laku negara, politik, dan pasar. Karena itu, jika anggota-anggota memiliki basis intelektual atau pendidikan, maka civil society dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Kedua, kemandirian ekonomi. Selain kemampuan intelektual, kemandirian ekonomi juga bisa merintis gerakan civil society. Misalnya, pergolakan civil society di Eropa pada zaman penguasa feodal. Sekitar tahun 1100, para pedagang, bankir, dan pengusaha tumbuh menjadi cukup kuat untuk merebut hak istimewa dari penguasa feodal. Setelah memberikan pinjaman uang kepada penguasa feodal, mereka kemudian menuntut penguasa feodal untuk memberi jalan bagi kebebasan pasar dan kota. Hal ini mau mengatakan bahwa gerakan civil society bisa muncul jika anggotanya memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Kemandirian ekonomi dijadikan sebagai senjata untuk melawan kekuasaan hegemonik.

Ketiga, modal sosial. Modal sosial berhubungan dengan sikap saling mempercayai, hubungan timbal balik, toleransi, ketercakupan, penghormatan kepada hukum, dan tata tertib dan sifat lainnya yang diperlukan untuk bekerja secara efektif, bertukar pandangan dan bekerja sama. Modal sosial ini sangat penting dalam membuka jaringan. Dalam gerakan sosial, kemampuan membuka jaringan dengan elemen-eleman lain juga turut mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan sebuah gerakan. Di sini, civil society dalam usaha dan perjuangan hendaknya membuka jaringan dengan kelompok-kelompok civil society lainnya.

Leave a Comment