Mengawal Kebijakan Publik

Oleh: Timotius J

Mengawal kebijakan publik penting untuk mencegah bahaya laten yang tidak disadari oleh khalayak umum tetapi dikehendaki secara sadar oleh pihak berwenang demi kepentingan tertentu sembari mengorbankan pihak lain. 

Euforia Pemilu pada tahun politik ini (2014) hampir usai. Perbincangan seputar kebijakan publik pun mulai sepi. Sebelum Pemilu, baik kalangan elit maupun masyarakat umum gencar mengkritisi berbagai kebijakan publik. Kinerja dan komitmen wakil rakyat yang telah menjalankan pengabdian sepanjang lima tahun juga tidak luput dari penilaian publik. Bersamaan dengan itu pula, ruang publik disesaki mimpi para kandidat dan pendukungnya untuk menciptakan keadaban publik di masa mendatang.

Pasca-Pemilu, masyarakat umum kembali menekuni runtinitas harian mengais nasi di tengah cengkraman globalisasi yang mungkin tidak disadari tetapi telah merasuki sembari menghisap secara diam-diam. Sedangkan nuansa pemilu yang tersisa adalah ekspresi suka cita dan juga air mata “kekalahan” dalam Pemilu. Tantangan yang mesti diwaspadai adalah suka cita yang didorong oleh terpenuhinya keinginan mendapatkan akses demi memuaskan nafsu ingat diri dan kelompok. Selain itu, ketidakpuasan yang berujung pada putus harapan sehingga bersikap apatis adalah juga soal yang mesti disikapi demi keberlanjutan perjalanan bangsa.

Berhadapan dengan fenomena-fenomena tersebut, pertanyaan yang menggugat komitmen anak bangsa adalah apakah perayaan politik berakhir di Tempat Pemungutan Suara (TPS)? Jika jawaban yang tepat atas pertanyaan ini adalah TIDAK, maka seyogianya pilihan politik pasca-Pemilu adalah mengawal kebijakan publik. Setiap kebijakan publik akan memberikan dampak tertentu bagi individu dan komunitas tertentu. Kebijakan publik tentunya diarahkan pada pencapaian kualitas hidup yang lebih baik, yaitu humanisasi individu dan kelompok masyarakat. Memang diharapkan bahwa mereka yang terpilih adalah orang-orang istimewa yang sungguh bertanggung jawab kepada rakyat, yaitu sanggup membuka mata dan telinga untuk melihat dan mendengar sehingga dapat merancang dan melaksanakan kebijakan publik yang melayani kesejahteraan rakyat tanpa diskriminasi.  Meski demikian, suatu kebijakan publik bukan tidak mungkin justru melanggengkan terciptanya dehumanisasi dimensi personal dan/atau sosio politis dan/atau kultural.

Hal yang mesti diwaspadai terhadap setiap kebijakan publik adalah bahaya laten yang tidak disadari oleh khalayak umum tetapi dikehendaki secara sadar oleh pihak berwenang demi kepentingan tertentu sembari mengorbankan pihak lain. Hal ini memang tidak dapat dipantau dan disimpulkan dengan mudah karena kerap kali kepentingan pribadi dan kelompok bersembunyi di balik pesona kebijakan publik yang terlihat populis. Oleh karena itu, setiap kebijakan publik mesti dipantau dan dikawal oleh publik.

Sistem desentralisasi merupakan angin segar bagi terciptanya kebijakan publik yang sesuai dengan kebutuhan dasariah suatu komunitas masyarakat. Selain itu, desentralisasi juga memberi ruang kepada masyarakat lokal untuk bertanggung jawab dan terpanggil untuk terlibat dalam merancang, memutuskan, melaksanakan dan juga mengevaluasi kebijakan publik. Sekiranya masyarakat lokal menjadi penonton dan diposisikan sebagai ruang yang mesti diisi dengan berbagai kebijakan dari luar, maka sebenarnya mereka telah terpinggirkan dan pada gilirannya akan menjadi korban dari suatu kebijakan publik.

Mereka yang terpilih itu memang bertanggung jawab atas dinamika kebijakan publik. Namun, hal itu tidak berarti bahwa rakyat dibebaskan dari tanggung jawabnya untuk berpartisipasi dalam menentukan arah perjalanan bangsa ini. Bahwa posisi mereka yang terpilih akan menentukan keberadaan bangsa, tetapi patut pula digarisbawahi bahwa mereka hanya melaksanakan sebagian kecil dari tanggung jawab rakyat.

Rakyat tidak dapat dipungkiri sebagai salah satu unsur konstitutif terbentuknya negara. Dalam hal ini, berpangku tangan sembari menanti celah untuk menyudutkan dan menjatuhkan mereka yang terpilih dan dilantik tentu bertentangan dengan komitmen kebangsaan. Senada dengan alur pemahaman seperti ini, jelaslah juga bahwa menjatuhkan pilihan di TPS bukanlah akhir keterlibatan politik warga. Keterlibatan politik warga dalam ruang publik semestinya ditampilkan dalam komitmen tanpa batas waktu selama hayat dikandung badan.  Dengan demikian, setiap kebijakan publik adalah buah dari kebersamaan seturut posisi masing-masing individu dan komunitas dalam kehidupan berbangsa.

Sejatinya, kebijakan publik harus mampu mengangkat martabat persona dalam suatu komunitas lokal dan memberi ruang bagi suatu komunitas masyarakat untuk bertanggung jawab terhadap kepentingan publik. Di sini, pengambilan kebijakan publik yang gegabah merupakan sesuatu yang tidak manusiawi. Dengan demikian, kesanggupan dan kesiapan dari seluruh masyarakat warga untuk mengawal merupakan jaminan terciptanya kebijakan publik yang dapat menjawabi kebaikan bersama.

Leave a Comment